Rabu, 11 Juni 2014

Daun yang jatuh, sungguh tak akan membenci angin...

Aku sudah sampai rumah. Proyek sudah beres, tinggal besok jumat ketemu klien. Dan sekarang aku benar-benar tidak bisa tidur memikirkan postinganku yang terakhir. Banyak hal sebenarnya yang aku dapatkan dari sana. Ini semua tentang penerimaan. Tentang keikhlasan. Seperti kata bang tere liye yang selalu menguatkanku, bahwa daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Dia rela jatuh ke bumi saat sudah tiba masanya. Matahari terbenam rela tenggelam ditelan samudra saat tiba waktunya. Pun bunga yang sangat cantik akan rela luruh ke bumi saat sudah tiba waktunya. Mereka rela, ikhlas, menerima siklus waktu karena memang sudah tiba waktunya. Karena mereka tahu, suatu hari, esok atau lusa, saat sudah tiba masanya, daun muda akan tumbuh kembali, matahari pagi akan terbit lagi, pucuk bunga akan kuncup lagi. Saat sudah tiba masanya. Ini semua tentang penerimaan, bahwa hidup harus menerima. Penerimaan yang indah.
.
Kisah ini pun begitu. kisah ini dipandang dari sudut pandangku, karena dengan begitu aku bisa menjadi pemeran utama... kecuali jika aku dari sudut pandang mereka, aku hanya angin yang berhembus yang tidak berarti apapun. Aku hanya sebuah daun yang jatuh di sebuah roman. Aku hanya matahari tenggelam disebuah film laga. Aku hanya sekuntum bunga yang luruh ke bumi pada sebuah novel detektif. Tapi dari sudut pandangku, aku selalu menjadi spongebob dalam kartun spongebob square pants. tet teretet teret teret.
Haha,,,
Ya, ini semua tentang penerimaan. Aku bahkan sudah menyiapkan dan memperkirakan ini akan terjadi, sungguh. Meskipun tidak separah ini, tapi setidaknya aku tahu dengan benar bahwa suatu hari ini akan berhenti. Hanya saja dalam persiapanku aku mengira semuanya bukan kebohongan, dan ini berhenti memang karena sudah tidak bisa dilanjutkan. Meskipun pada akhirnya, ternyata ini berhenti karena memang sebenarnya tidak ada yang dimulai bukan? Aku hanya bermain sendiri, dengan kesimpulan-kesimpulanku yang ternyata meleset semua, bahkan kepada orang yang kupercayai. hoho...
Well, mau bagaimanapun aku mengambil banyak hal dari kisah ini. Buat bintang tiga yang entah bagaimana membuatku merasa bersalah, aku tidak tahu harus berterimakasih, meminta maaf, marah, membencimu atau bagaimana. Aku benar-benar tidak tahu. Yang jelas, semoga semuanya baik-baik saja. Menghabiskan beberapa waktu lalu denganmu benar benar menyenangkan, meskipun ternyata semua itu hanya ilusiku semata. Aku baru tahu ternyata teoriku yang pernah kusampaikan padamu bahwa aku merasa seperti benda tembus pandang ternyata benar. Kau melihat ke arahku, tapi aku transparan, tidak terlihat. Kau hanya melihat dia. Tak pernah aku. Bulshit tentang teori kebutuhan dan keinginan. Aku tak pernah menjadi kebutuhan. Hanya kaca tembus pandang. Tapi well, disini aku hanya mencoba menerima. Penerimaan yang indah, bahwa semua saat tiba pada waktunya, aku harus siap. Harus rela luruh ke bumi saat semuanya sudah tiba pada waktunya, penerimaan yang indah. Bahwa, esok lusa semua akan baik-baik saja.
Aku mendapat banyak hal darimu, tentang menata hidup, tentang membranding diri, tentang memetakan harapan, tentang kesabaran, tentang keiklasan, tentang penerimaan. Aku menerima, akan ku tanggung semua. Setidaknya aku pernah berusaha. Ada bagian yang rusak disana, tapi akan selalu ada cara untuk memperbaikinya bukan?  Sudahlah, aku tak pernah menyesalkan keputusanku. Aku hanya menyesalkan sikapmu.
Buat bintang empat, kau terakhir bilang bahwa kau mundur. Aku tak pernah mengiyakan, aku tak pernah mempertanyakan. dan suatu hari, mungkin esok lusa saat kau kembali maju, aku tak kan pernah mengomentarimu sebagai penjilat ludah sendiri, tidak, bukan seperti itu. Aku tahu betul Tuhan selalu dengan mudah membolak balikan perasaan. Ini bukan tentang janji dan perkataan, ini tentang perasaan. Bahkan ketika kau bilang kau menjilat ludah sendiri saat bersamanya, aku tidak setuju dengan pernyataanmu. Hati selalu bisa berubah. Aku tahu betul itu.
Terimakasih untuk waktu itu, sebuah obrolan penuh emosi di sebuah warung bakmi.Aku yakin itu juga bagian dari rencana Tuhan. Kita sudah memplaningkan untuk bertemu jauh-jauh hari saat aku dan bintang tiga masih baik-baik saja. Tapi tak pernah berhasil bertemu. Dan obrolan kita terjadi tepat satu hari setelah pembicaraanku dan bintang tiga yang menghentikan semuanya, membuangku begitu saja. Mungkin kalau kita berbicara sebelum itu, aku bisa benar-benar terhantam. Tapi karena semuanya sudah berahkir, dan kita baru membuka semuanya, rasanya hantamannya tidak sekeras yang dibayangkan. Dan jika kita tak pernah membicarakannya, mungkin sekarang aku sangat kesakitan. Tapi karena semuanya kau buka, rasa sakitnya justru menghilang. Sekarang rasanya kebas. Entah karena terlalu sakit, entah karena sakitku kalah dengan marahku, entah karena aku malu luarbiasa karena kenyataan bahwa ternyata aku bukanlah apa-apa, bahkan bukan sebutir debu pun. Entahlah, tapi merasakan bahwa ini tidak semengerikan yang ku bayangan, itu membuatku sangat bersyukur. Terutama karena aku bisa menerima. Tuhan memberiku hati yang kuat.
Tuhan juga memberimu hati yang kuat lun, tetap semangat ya..! Mundur bukan bagian dari janjimu dan bukan sesuatu yang perlu kau pertanggungjawabkan. Hati selalu bisa berubah. Tapi kamu selalu berhak untuk dapat seseorang yang lebih baik.
.
Hmm... sepertinya postingan ini sudah cukup panas meskipun aku jelas menahan semuanya. Well.. bagaimanapun juga, ada sebuah percakapan yang kuingat. "suatu saat, saat kita punya kerjaan masing-masing, kadang-kadang kita tiba-tiba janjian buat makan diluar. Dan kita ketemu disela-sela jam sibuk kita, mengobrol sambil makan dan bernostalgia seperti sekarang ini. Membicarakan sesuatu yang menarik. haha... ". Sepotong pembicaraan yang entah kenapa menyenangkan sekali. Pembicaraan saat semuanya baik-baik saja. Saat tak ada perasaan melebihi sahabat. Saat kamu benar-benar menjadi teman yang baik, yang menyenangkan, tanpa prasangka, tanpa perasaan. Pembicaraan dua sahabat yang sudah lama tidak mengobrol. Ya, kau selalu menjadi sahabatku kawan. Meskipun kau benar-benar berenksek sekalipun. Ketika semuanya berjalan tanpa perasaan. Hanya ikatan persahabatan. Suatu hari, saat semua sungguh sudah baik-baik saja, mungkin jika memungkinkan. "hey, luang? Ayo keluar makan."

Hot Machiato at Green Book Coffe

Sekarang ini aku sedang menunggu teman-teman untuk membahas proyek renovasi rumah yang sedang kami garap. Sementara ini masih sendirian, ditemani secangkir hot machiato dan senandung lagu dari speaker yang berada tepat diatasku. Menganggu kenyamanan pengunjung lain gara2 ketawa sendirian, dan sesekali dilirik mas-mas ganjen di depan pintu dengan pandangan hina. hahaha...
.
Jadi ceritanya mereka lama banget, nggak nongol-nongol, dan asilkah aku berselancar di dunia maya. ciyee... sampai tiba-tiba lagu di cafe ini berubah. Sebuah lagu dari gita gutawa yang cukup membuatku berhenti terdiam. Rangkaian kata.
.
... Semua hanya rangkaian kata
Yang kau sebar ke semua wanita
Ooh bodohnya aku sempat percaya

Kamu ...
Sempat buatku berpikir semua
Yang kita punya nyata
Kamu ...
Dan semua kata - katamu
Semua palsu...
.
Lalu pikiranku melayang-layang ke beberapa minggu lalu. Saat sebuah manuver bersejarah terjadi di festival perasaanku. Ya, beberapa minggu lalu tapi sengaja tidak kutuliskan disini. Karena mungkin akan menyakitkan beberapa orang yang kemungkinan membaca postinganku di blog ini. Lalu kenapa malam ini kuputuskan untuk membahasnya? Karena beberapa minggu terakhir ini, masalah itu membuatku kebas. Jujur, aku menunggu rasa sakit itu datang dan aku bisa meluapkannya. Membebaskan semua emosiku meledak keluar. Tapi tidak terjadi. Aku masih saja kebas. Merasa baik-baik saja, meskipun aku tahu ada sesuatu yang serasa menyumpal tenggorokanku setiap waktu.
.
Aku baik-baik saja. bahkan sejak malam itu, di cafe tengah hutan itu. Aku masih baik-baik saja sampai sekarang. Setidaknya aku merasa baik-baik saja. Berkali-kali aku berusaha menangis, berusaha meluapkan emosiku, menyalahkan dia, menyalahkan semua orang. Tapi tidak bisa. Aku tidak bisa menangis sampai puas, hanya beberapa kali itupun setelah kupaksa karena sudah tidak tahan menanggung gumpalan besar yg menyumbat kerongkonganku sepanjang waktu. Aku benar benar kebas. Tidak bisa merasakan apapun. Meskipun tidak bisa aku pungkiri, beberapa kali aku menemukan diriku terdiam memikirkan waktu-waktu saat aku bersamamu, dan berfikir itu semua palsu, bahwa semua adalah kebohongan, bahwa aku begitu bodoh, bahwa aku sekali lagi salah menyimpulkan sesuatu. Dan setiap itu terjadi, aku selalu berharap ada rasa sakit yang datang. Lalu aku tersadar, bahwa tidak ada yang sakit. Aku tidak bisa menemukan hatiku. Setelah itu aku kembali melakukan rutinitasku.
.
Menyenangkan sebenarnya mengetahui bahwa ini tidak menyakitkan. Meskipun ya, gumpalan itu ada sepanjang waktu, dan entah kapan bisa hilang. Tapi setidaknya, aku selalu masih bisa tersenyum bahagia bersama orang-orang disekitarku, aku masih punya ribuan harapan yang menunggu untuk digapai, aku masih bisa hidup bahkan lebih baik daripada sebelumnya. Melegakan.
.
Aku memang masih merasa sangat direndahkan sampai-sampai diperlakukan seperti sampah seperti itu. Ditipu habis-habisan oleh kesimpulan-kesimpulan yang kubuat sediri. Dijadikan semacam pelarian oleh seseorang yang kupercayai memang menjadi satu hal yang benar-benar membuatku terpukul. Tapi, yasudahlah. Aku terlalu menganggap semua orang disekitarku adalah orang baik. Ehm.. mereka baik, hanya selalu punya kepentingan. Aku yang kurang cepat menyadari itu. Sudahlah. Aku tidak menyesal. Bagaimanapun ini adalah prosesku menjadi seseorang yang lebih baik dari sebelumnya. Iya kan?
.
Oke, lagi. Sebuah lagu kembali diputar diatas kepalaku, dan membuatku nyengir getir.
.
...terlalu sadis caramu
menjadikan diriku
pelampiasan cintamu
agar dia kembali padamu
tanpa perduli sakitnya aku
tega niannya caramu
menyingkirkan diriku
dari percintaan ini
agar dia kembali padamu
tanpa perduli sakitnya aku...     afgan-sadis
.
sepertinya mas-mas pemilik cafe ini sengaja memutarkan lagu ini. -_- ah, sudahlah!
.
Oke, kembali ke sini. Haha.. lagi lagi aku menemukan diriku terdiam dengan tatapan kosong barusan. hmm.. apalagi ya? Sepertinya tidak ada yang bisa kuceritakan disini. Ketika aku bercerita, aku hanya akan menjelek-jelekkan orang lain. Aku cukup bercerita tentang diriku kan. Ya inilah aku saat ini. Aku baik-baik saja, setidaknya aku merasa baik-baik saja. Mungkin ada sesuatu yang rusak parah disana sampai aku tidak bisa merasakan apapun. Tapi setidaknya aku bisa melupakan itu sampai selesai diperbaiki dan bisa ku gunakan lagi untuk orang lain yang lebih baik dari dia. Aku berhak mendapatkan seseorang yang lebih baik. Seseorang yang bisa memperlakukanku seperti aku memperlakukannya. Yeah... (sambil mengangkat dua jari ala jokowi..) haha..
.
Oke, mereka sudah datang. Hot machiatoku sudah dingin tapi masih bisa kunikmati. Dan ini waktunya bekerja. Oke, mas-mas ganteng tapi sudah punya istri yang itu sudah datang juga. Aku benar-benar harus mengalihkan konsentrasiku pada proyek ini, so, postingan ini cukup sampai sekian. Aku harap semuanya baik-baik saja. Buat bintang empat yang sepertinya juga cukup terpukul, dan buat bintang tiga yang aku yakin masih galau gara-gara bintang empat. Yah,, aku memang bukan siapa-siapa. Bahkan sepertinya pelarian pun bukan. Bukan figuran, tidak masuk dalam naskah. Hanya hembusan angin yang tidak perlu dipedulikan, tidak berarti, tidak cukup penting untuk dipedulikan dalam kisah kalian. Tapi aku punya kisah sendiri yang menjadikanku pemeran utama, jadi aku hanya perlu menemukan lagi kisah yang lebih baik bukan. Oke, selamat malam.

.
Green Book Cafe, 10.38 PM -meja yang sama saat terakhir kali aku kesini bersamamu, kawan-