Minggu, 16 Juni 2013

Sore Itu, Di Indahnya Hidup seorang Ayah...

Oke, Sabtu absen posting, padahal ada moment yg harusnya bisa aku share...
Ini jam 23.20, so masih hari minggu dong ya..
Oke, mulai dari hari ini dulu, coz seharian tadi aku kayak cacing kepanasan gara2 orang itu, P atau siapapun lah namanya, dia baca postingan pertamaku.
Hiyaaaaa....
Dan aku ngaku sekalian, daripada dia nebak yang enggak2.
Yoweslah...
Itu masuk top 10 hal tertolol yg pernah kulakukan. Ngomongin orang di blog dan dibaca sama orangnya. Nice. Malu nggak ketulungan.
Nah, sekarang kalo dia baca postingan ini? Biarin lah, udah kepalang basah juga, mandi sekalian.

Well, harusnya aku lagi ngerjain potongan sama furnitur di lepi sebelah, tapi berhubung lepi.ku diserang virus, ngeblog dulu gpp kali ya... Aku mau share tentang perjalananku ke Sukoharjo sabtu kemaren..

Sukoharjo, tepatnya dipelosok dalam ada sebuah desa namanya desa cabeyan. Itu desa bisa dibilang bener2 pelosoknya desa di Sukoharjo. Dan darisanalah sebenernya aku berasal... Disanalah Ibuk dan Bapak ketemu... Disanalah aku 'dibuat'. hehe... if you know i mean...

Aku dan bapak rutin kesana 3-4minggu sekali. Nengok simbah yang keduanya masih hidup dan alhamdulillah masih sehat. Ibu dan Bapak dari bapakku..., aku manggil mereka mbah iyem sama mbah parto. Desa ini nggak sesubur rumahku di muntilan, tanahnya nggak subur, tumbuhan yg paling mendominasi cuma pohon jati sama paling pohon mangga. Nanam pohon disana milih-milih dan tumbuhnya pun nggak sekeren kalo tumbuh di muntilan. Penduduknya rata-rata ekonomi menengah kebawah, dan masih cenderung tertinggal. Internet disana susah nyambungnya, bahkan ponselku pun tiap kali kesana sengaja aku matiin, nggak ada gunanya pake ponsel. Hebatnya disanalah aku berasal. Disana ada keluaku. Nenek dan kakeku hidup disana dengan keadaan seperti itu... dan aku sama bapak cuma bisa kesana 3 minggu sekali mengantar sesuatu untuk sekedar bertahan hidup.. (pengen nangis...)
Dulu, mbah iyem tukang jamu dan mbah parto tulang es puter, mereka merantau ke Surabaya. Bapak saudara-saudaranya ditinggal di Sukoharjo dan dibesarkan sama simbahnya... Waktu bapak masih kecil, kalo mbah iyem sama mbah parto pulang ke kampung, sekitar 2-3 bulan sekali, bapak selalu senang bukan main. Karena itu berarti bapak bisa makan pake nasi. Miris banget ya... itu bapakku lho.. ya ampun...
Dulu (menurut kisah), bapak tu hidupnya bener2 minus, aku sampe nggak bisa ngebayangin pas diceritain.... Uang saku tuh nggak ada ceritanya..., kalo lagi di sekolah dan lapar, biasanya minum air keran... Sampai dirumah makan pake nasi tiwul yang kata bapak biasanya udah basi..., ada binatangnya... Lauknya, minyak jelantah (minyak bekas goreng ikan kemaren...), kalo lagi nggak ada apapun yang bisa dimakan, biasanya bapak nyuri tebu disawah punya tetangga... (gimana caraku ngebayangin coba???)
Dulu, hal yang paling spesial buat bapak kalo denger ada yang punya hajat. Dimanapun itu, walaupun didesa sebrang, pasti bapak datangi, sekedar berharap siapa tau dapat sesuap nasi. Dasar emang waktu itu bapak masih bocah, seneng aja bapak ngelakuinnya... Pernah juga aku diceritain bapak, dulu semasa kecilnya bapak jago volly, dan itu bukan karena bapak suka volly, tapi karena bapak nyari kegiatan biar lupa sama rasa laparnya. (buset, ceritanya hampir sama kayak dahlan iskhan.... padahal waktunya beda.... ini bapakku waktu kecil, jaman udah lumayan modern daripada masanya dahlan iskhan kecil dan masih ada cerita satir seperti ini... dan bapakku yang ngalamin...)
SD, SMP, SMA... akhirnya bapak pergi juga dari desa itu... pergi merantau menimba ilmu di Malang. Berhasil tembus UMPTN (waktu itu namanya bukan UMPTN) ke Univ. Brawijaya..., disana bapak hidup numpang di rumah keluarga kakaknya. Dan kisah satir,nya ternyata masih berlanjut. Bapak memutuskan melanjutkan study sampai jenjang kuliah adalah keputsan besar yang pernah diambil, padahal dari keempat saudara lainnya nggak ada yang meneruskan kuliah. Tapi justru dengan itu, perjuangan yang lebih berat dilakukan.
Rumah Bude (kakaknya bapak) saat itu rumah kontrakan sangat kecil, sekitar ukuran 7 x 4, dan ditinggali oleh 7 orang termasuk bapakku. Bude punya usaha jualan kikil yang rasanya top markotop, dan bapak juga waktu itu ikutan jualan. Sampai akhirnya bapak punya niatan buka kaki lima sendiri dengan menu yg sama, tentunya sambil kuliah. Siang sampe malam hari bapak jualan kikil di pinggir jalan, malam harinya bantu Bude buat masak buat jualan esok harinya, dan paginya bapak kuliah. Hebatnya bapak masih aja sempat jadi aktivis di kampus, di persma UB. (yang ini aku juga nggak bisa ngebayangin). Gilanya lagi, bapak bisa lulus 5 tahun, walaupun nggak cum laude.
Masih banyak banget cerita2 satir dari bapak dan mungkin nggak akan bisa aku ceritain dalam semalaman, yang jelas aku nggak pernah bisa buat mengeluh di hidupku sekarang ini kalo inget kisah masalalu bapak. Suatu hari aku mau posting kisah cinta bapak sama ibukku. Pokoknya hal paling gila dan paling nekat yg pernah bapak lakuin adalah berani nikahin ibukku...! So awesome...

Kembali lagi ke perjalananku ke rumah simbah di cabeyan... Sampai mana tadi? Oiya, mbah iyem tukang jualan jamu yang ternyata juga perkasa,,, nggak kalah hebatnya sama mbah putriku... Dan mbah parto... dia dikenal raja judi dimasanya... dulu bahkan waktu aku masih kecil, mbah parto punya ayam jago banyak dan keren2. Walaupun cuma penjual es puter ternyata keahlian mbah parto dalam 'mendidik' ayam jagonya bisa diacungi jempol. Ayam jagonya sering menang saat judi sabung ayam, dan kalo dijual bisa laku mahal banget... Meskipun itu kebiasaan buruk, tapi well nggak bisa dipungkiri, itu salah satu cara bertahan hidup disana. Dulu saking terpencilnya desa itu, bahkan agama Islam pun belum masuk ke sana, bahkan bapakku mulai mengenal Islam secara benar pas ketemu Ibukku..., (tadi denger bapak ngaji diajarin adek rasanya awesome banget...)
Nggak banyak yang bisa aku ceritain tentang mbah iyem sama mbah parto selain kisah2 satir. Tapi yang jelas mereka menjalani itu semua dengan gegap gempita..., karena mereka nggak sendirian,  disana banyak juga yang punya kisah seperti itu...
Mbah iyem sekarang kurus banget, terakhir aku lihat belum sekurus itu... dan udah nggak bisa lihat. Mau diperiksakan selalu aja ada hambatan, karena emang jarak dari rumah sama tempat pengobatan lumayan jauh. Sementara mbah parto masih gagah, meskipun udah nggak bisa menipu usia juga. Sayangnya mbah parto udah pikun.
Tiap kali aku kesana, mbah parto sama mbah iyem tu pasti cekcok. Perang mulu, adu argumen, saling menyalahkan hal-hal sepele dan nggak jelas. Dengan keadaan mbah iyem udah nggak bisa melihat dan mbah parto udah pikun, cekcok.nya mereka justru nggak bikin sedih, tapi geli. Apalagi tiap kali ibuk bisikin ke aku, 'itu cara mereka saling menyatakan cinta', hahaha... ealah simbah.. simbah...!
Kemaren pas aku pamit, mbah iyem nangis, mbah parto juga ikutan nangis, bapak juga ikutan nangis... trus aku peluk mbah iyem yang kurus banget... ajaibnya, mbah iyem balas meluk aku dan... kreeek.... tulang-tulangku kayak diremukkin. Aku kaget, simbah udah sekurus itu, kalo jalan udah kepayahan, tapi energinya masih luar biasa... Mungkin itu bentuk energi yang memang dimiliki semua orang dengan kisah hidup seperti itu...
Pulangnya, aku sengaja matiin AC mobil., Aku buka jendela lebar-lebar dan aku hirup dalam-dalam udara cabeyan yang kering... Didepanku hamparan sawak yg udah menguning dan hutan jati dikejauhan, berlatarbelakang matahari tenggelam di sebuah bukit nan jauuuuh disana...Oranye... ungu... tosca... lembayung... pink... biru... membias semua dimataku... Dan petuah bapak keluar, seperti biasa...
Satu yang paling aku ingat dari petuahnya...
"Hidup itu... bagaimanapun menyedihkanya,,, apapun masalah yang dihadapi,,, seberapapun besarnya penderitaan... kuncinya cuma satu nduk, yaitu ikhlas menerima...! Kamu lihatah orang-orang disini. Mereka nggak kenal internet, makan seadanya, hidupnya kerja keras, tapi mereka masih bisa tertawa...! Karena yang menganggap mereka sengsara itu orang lain yang hanya melihat. Mereka yang menjalani dan menerima dengan ikhlas nggak sadar bahwa mereka dianggap hidup sengsara. Toh mereka bahagia dengan kehidupan mereka.... Jadi, kamu dengan hidupmu yang jauh lebih layak daripada hidup bapak dulu, harusnya bisa menghasilkan hal yang juga jauh lebih hebat, dan yang penting tetap menerima dengan ikhlas apapun yang terjadi..."

Aku hanya manggut-manggut dan tersenyum saat itu... Semuanya bener-bener terasa nyata dihadapanku... Ini bukan dongeng, ini kisah masalalu seorang ayah yang sekarang bisa seperti sekarang ini...

Ku hirup lagi udara sore desa cabeyan sambil menutup mata.... sayup-sayup suara adzan maghrib menggema...

Lalu tok... tok... ponselku berbunyi.
Aku buka.
1 pesan dari P.
Aku galau lagi... -_- dasar remaja labil!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar