Selasa, 03 Desember 2013

Guys, I Love You

Satu lagi. Sebuah cerpen masa lalu. Asli bikinanku pas SMP, tanpa edit. Jadi harap maklum kalo bahasanya kayak anak kecil lagi curhat.
Cerpen ini hmm... bisa sih dibilang dari kisah nyata. Haha.. ini terinspirasi dari romansa konyol anak SMP, kisah pertamakali aku jatuh cinta sama orang yang namanya anang. Orang yang sampe sekarang masih aja selalu ada di semua coretan hidupku... Dan lucunya, sekarang ini, entah darimana temen2 kuliah pada tau tapi mereka kalo ngledekin aku jarinya disilang sambil nyanyi 'benar ku mencintaimu, tapi tak begini...' haha...
Oke, ini dia kisahnya,,, mungkin keliatan terlalu dramatis, tapi kalo boleh bilang, kisah nyatanya lebih parah.... jauh lebih parah dari ini... sampe-sampe dwi, sahabatku sampe sekarang ngomong, kalo kisahmu sama anang dijadiin novel pun, pasti dikira terlalu mengada-ada. Aku hanya tersenyum...
Sekali lagi, ini coretan anak SMP, jangan ketawa...

Guys, I Love You

Aku menetap raja siang dengan sebal. Ugh… kapan nylungsepnya nih benda? Angin yang berhembus kencang pun seakan tak mengurangi drajad celcius sedikit pun. Sang raja siang seakan tepat 1 mm diatas setiap makhluk Tuhan yang sedang menelusuri Malioboro.
Ditengah ribuan manusia berjejal-jejalan, aku terdiam. Menunduk. Berpikir. Terlintas separas wajah. Seakan menari di atas kehidupanku. Indah. Tapi lantas hilang. Dan aku tersadar. Ini harus kuhentikan. Dia… dia… tak boleh. Ah, apa yang kupikirkan? Hentikan…. Hentikan… semua ini. Dia bukan miliku. Hentikan……… Aaaarrrrrggghhh……
###
Pagi menyapa dunia. Sang surya dengan senyum hangatnya ikut menyapa dinginya kehidupan. Burung, Ranting. Rumput. Tanah. Awan. Dan semuanya. Semuanya menyapa dunia. Namun tak ada yang menyapaku. Tidak selain diriku sendiri.
Aku berada di barisan ke 3 dari depan. Upacara udah berlangsung 10 menit. Dan aku sama sekali nggak tahu. Aku begitu terhanyut dalam indahnya lamunanku. Lamunan tentag wajah itu. Wajah yang seharusnya tak boleh ku lamunkan.
Tapi kali ini tak bisa. Aku tak bisa dan tak kan bisa mengalihkan pendanganku dari dia. Tidak sebelum upacara selesai. Dan aku tak bisa memandang indahnya parasnya. Indahnya senyum malaikatnya. Indahnya matanya… Kabut tebal menyelimuti hatiku. Sebuah perasaan bersalah menguasaiku. Suara- suara menyalahkanku seakan memenuhi lapangan. Namun kini aku kembali terpesona. Dari sudut bibirnya, ku lihat senyum malaikatnya. Aku tak dapat bergerak. Terpesona. Benar benar terpesona.
Ups…deg… Dan aku tergagap. Ketika mata itu menatapku. Seakan mengetahui apa yang kulakukan. Seakan tahu aku memperhatikanya. Dan aku tertunduk. Hanya tertunduk. Dan tenggelam dalam penyesalan.
Begitu setiap harinya. Aku memandangnya setiap ada kesempatan. Jika tak ada yang mengawasi. Jika aku beruntung. Dan setiap kali aku kepergok sedang memandangnya, aku hanya bisa terdiam, tertunduk dan menyesal.
Apapun itu, sebenarnya tak perlu kutakutkan. Karena dia (mungkin) adalah sahabatku. (setidaknya dia menganggapku begitu). Dan aku bahagia akan hal itu. Hal yang benar – benar indah bagiku. Namun aku sadar dia bukan miliku. Dia tak boleh tahu bahwa aku mencintainya. Dan aku tak dapat menyangkalnya. Bahwa aku benar benar paham. Dia –Dika- hanya mencintai seseorang. Dan itu bukan aku. Itu Fina.
Aku terima diperlakukan seperti ini. Seharian penuh aku menemaninya. Bukan untuk apapun. Hanya untuk mendengar keluh kesahnya. Tentang apapun. Tentang kekasihnya –Fina- . Tentang tugas yang menumpuk. Tentang teman temanya. Tentang team sepakbola favoritnya yang kalah tanding. Dan tentang segalannya.
Bahkan aku rela. Saat dia samasekali tak memperdulikanku. Bukan karena apapun. Bukan karena dia membenciku. Tapi lebih kerena dia sedang bahagia. Bahagia dengan kekasihnya. Itulah yang menyakitkan. Tiap Dika sedih, dia selalu berbagi denganku. Namun yang tak ku pahami, jika dia bahagia, tak secuilpun kebahagiaan yang kudapatkan.
Dan itu yang membuatku mencari kebahagiaan lain. Memandangnya… Menciptakan imajinasi imajinasi aneh dan konyol…… ah, semuanya. Dan apapun itu, kini telah mengubah segalanya. Aku, tanpa ku sadari, terperangkap dalam dunia maya. Semu. Namun indah. Aku terbawa arus kehidupanya. Semakin dalam dan semakin terperangkap. Dan saat itu juga, aku merasa takut. Sangat takut. Dan takut untuk kembali ke dunia nyata. Aku sadar aku tak boleh terus bergelut dengan kesemuan hidupku. Namun aku tak begitu yakin. Dunia nyataku lebih baik.
Sedikit demi sedikit aku mulai terbiasa. Akal sehatku seakan tak berjalan. Aku harus bahagia. Itu yang ku pikirkan. Dan tanpa kusadari, aku bahagia jika Dika bahagia. Dan itu membuatku terus berusaha membahagiakan Dika. Tak perduli menyakitkan bagiku. Menjadi mak comblang dadakan saat Dika dan Fina berantem, menjadi tumpahan caci maki Dika, menghiburnya, membujuk Fina, ah… tak dapat ku sebutkan satu persatu. Namun, entah mengapa aku merasa tertekan. Rasa sakit yang seharusnya kurasakan, berubah menjadi rasa bahagia. Aku bahagia di atas luka hatiku. Dan saat semua itu terjadi, aku tak dapat merasakan kebahagiaan yang bahagia. Dan itu berarti, aku telah menjadi korban dari tersangka yang bernama ’CINTA”…
###
Hari ini tak seperti biasanya. Aku masih tercengang hebat. Bingung. Sedang bahagiakah aku? Atau malah sedang sedih? Bingung. Aku sendiri tak tahu apa yang kurasakan. Entah apa ini. Aku benar benar terguncang. Rasanya tersesat di dunia yang hampa. Takut. Tapi menyenangkan. Dan itu yang ku rasakan. Dika mengetahui perasaanku kepadanya. Dan bukan hanya itu. Fina juga..!!! Dan tahukah kalian apa yang mereka lakukan padaku? Mereka justru malah minta maaf padaku. Sungguh aneh. Namun, itulah. Aku tak tahu apa yang bisa kuperbuat. Selama ini aku takut aku adalah tersangka. Aku takut mereka berpisah kerena aku. Dan itu tak terjadi. Dan aku sangat bersyukur karenanya.
###
      Malam semakin merayap memasuki bilik jantungku. Angin kencang berhembus seakan ikut mengerogoti pikiranku. Aku termenung. Setelah beberapa bulan sikap Dika padaku berubah kian drastis. Dia menjauhiku...!!! Apa mungkin dia membenciku? Oh, tidak !!! Tak mungkin.  Aku tak kan membiarkan itu terjadi padaku. Tak kan.
      Aku sedang menikmati indahnya malam. Bersama bulan dan bintang. Bersama angin yang berhembus. Bersama kunang kunang yang menerangi hatiku. Dan bersama kegaluan yang terus mengikutiku. Hari ini dan seperti hari hari sebelumnya, yang ada dikepalaku hanya Dika. Dika seorang. Itu sudah lazim bagiku. Tapi, tidak untuk malam ini. Perasaan ganjil merasuki tiap celah persndianku. Aku tak pernah sekhawatir ini. Tak jelas alasanya.

”Mungkin ini memang jalan takdirku, mengagumi tanpa dicintai…”

 Dering HP membuyarkan lamunanku. Dan sekarang aku kelabakan mencari Hpku. Dimana… aduh. Saat kutemukan, Dering itu telah berhenti. Fina. Mengapa dia menghubungiku? Apa yang… ehm… satu pesan diterima.

Kubaca perlahan pesan itu. Hatiku yang beku semakin kalut. Semakin tercengang. Seluruh persendianku bergetar. Badanku melemas. Dan aku terjatuh. Bermandikan air mata dan diiringi isak tangisku. Fina mutusin Dika. Entah kenapa aku ikut hancur karenanya. Aku benar – benar merasa gagal sebagai seorang sahabat. Aku tahu saat ini, Dika sedang sangat terpukul.
Masih terlarut dalam tangisanku. Drreett.. drreett.. Hpku bergetar. Sebuah pesan masuk. Tanganku tak mau bergerak. Ku pandangi Hpku dari tempatku bersimpuh. Lama. Hening. Lalu hatiku kembali terusik. Entah kenapa. Seribu kekuatan seakan mendorongku. Memaksaku membuka pesan tersebut. Dengan tenaga yang masih tersisa, kucoba raih HP yang tadi sempat ku banting. Terasa ganjil. Pesan dari Dika.
“Eh, maksud lu apaan sic? Lu mau buat hub. Q ma Fina hncur? Lum puas lu? Thnks dh bwt Q kya’ gini..!!!”
Deg… apa ini? Apa yang telah kulakukan? Apa yang kuperbuat sampai membuat Dika berpikir seperti ini? Mengapa dika berpikir aku ingin menghancurkan hubunganya dengan Fina? Apa yang ku perbuat? Aku benar benar menyayanginya. Aku benar benar ingin membuatnya bahagia. Bukan untuk apapun. Dan bukan dengan menghancurkan hubunganya dengan Fina. Bukan. Bukan itu yang kumau. Sungguh. Aku tak ingin mereka berpisah. Dan apa yang telah kulakukan? Kesalahan apa yang ku perbuat? Sebejad itukah aku? Sejahat itukah aku? Memisahkan dua insan yang saling mencintai? Tidak. Karena memang bukan itu yang kumau. Dan aku tak kan membiarkan itu terjadi. Aku tak kan membiarkan diriku menjadi tersangka. Tidak...Aaarrrggghhh...
###
Malam ini terasa berjalan begitu lambat. Tangis yang tadi sempat reda, kini kembali menyeruak memaksa keluar. Dengan sisa tenaga, aku memberanikan diri untuk bertanya pada Dika. Apa salahku? Bukanya dijawab, cacimakian yang malah menghujamku. Perih. Namun aku tak dapat melakukan apapun.
Segalanya yang telah kukorbankan untuknya, seakan tak berarti. Rasa sakit yang selama ini kutahan, seakan kini memberontak. Meronta. Memaksa keluar. Dan tak dapat ku cegah. Aku benar benar hancur. Dan lebih hancur lagi. Saat Dika memaksaku melupakanya. Memaksaku melupakanya sebagai sahabat ataupun pujaan hati. Aku tak tahu harus bagaimana. Diriku benar benar tak berdaya. Sungguh... Aku tak berdaya...
Malam ini, kurenungkan segalanya. Segala yang terjadi padaku. Segalanya. Yang telah kulakukan ataupun yang akan ku lakukan. Dan sebenarnya siapa yang salah? Adakah yang dapat disalahkan? Adakah yang bersedia menjadi tersangka? Apakah benar benar aku ? Apakah aku benar benar bersalah? Apa yang kulakukan sampai aku menjadi tersangka? Apa kerena aku merasakan cinta? Apa karena aku mencintai Dika? Apa itu kesalahanku? Mengapa? Apa ini? Adilkah semua ini? Mengapa aku tak boleh merasakan cinta? Mengapa aku tak boleh merasa bahagia? Mengapa? Mengapa diam? Jawab… Tuhan… Alam… Pohon… Ranting… Awan… Bintang… Mengapa kalian diam… Jawab… Aaaarrrrggghhh…
Masih dalam kekalutan hatiku. Aku masih berpikir. Diam. Aku tahu cinta butuh perjuangan. Aku tahu cinta butuh pengorbanan. Aku tahu cinta tak harus memiliki. Dan aku tahu cinta itu indah saat kita merasakanya. Yang tak ku mengerti, mengapa cinta yang kurasakan adalah sakit? Mengapa salalu aku yang harus mengalah? Mengapa aku tak merasakan kebahagiaan cinta? Mengapa samua ini terjadi padaku? Dan mengapa tak ada yang dapat menjawab pertanyaanku?
Bagaimana aku bisa menjalani hari hariku? Seperti yang Dika pinta, bisakah aku melupakanya? Tidakkah dia menyadari besarnya pengorbananku? Besarnya perjuanganku? Dan besarnya rasa sayangku padanya? Tidakah dia mengerti aku tak dapat melupakanya? Lalu, mengapa dia memintaku melupakanya? Tak bolehkah aku menyayanginya?
…..
Pernah kukira ini tentang cinta
Oh, ternyata hanya sahabat setia
Pernah kau minta bunuh cintaku
Kau membisu, tak kan pernah jawabku

Semua yang ku rasakan

Tak mungkin dapat ku hapuskan
Walau kau bersamanya
Menjalin kisah cinta nyata

Setiap tetes air mata

Selalu kau menangis di peluku
Namun setiap saat kau bahagia
Selalu aku memilih bersamanya          (clubeighty’s)
Aku harus tetap bertahan. Itu yang terus kupikirkan. Dan seperti yang telah ku ungkap. Aku tak bisa dan tak kan mungkin melupakan Dika. Aku mungkin akan tetap mengenangnya. Dan aku memang harus tetap mengenangnya. Dan aku ingin mengenangnya sabagai sahabat. Sahabat terindah dalam hidupku. Dan buat Dika, Sorry, I always remember you. Because I love you. Dan kan ku ukir namamu dalam dinding hatiku sebagai Sahabat terindah dalam sejarah hidupku.
                                                                                                          By: Lylochidmeria_lotus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar